Gangguan Makan Pada Remaja Putri
Menurut King (2007/2010)
gangguan makan merupakan suatu hal yang terus menjadi perhatian, namun banyak
orang melakukan hal yang tidak seharusnya dilakukan. Motivasi untuk menjadi
kurus dapat menjadi sangat kuat sehingga beberapa individu melakukan diet
bahkan ketika badan mereka lemah dan membutuhkan makanan.
Menurut Nevid, Rathus, dan
Greene (2003/2005) gangguan makan memiliki karakteristik pola makan yang
terganggu dan cara yang maladaptif dalam mengontrol berat badan. Beberapa orang
yang secara sengaja membuat diri sendiri lapar, mereka terobsesi dengan berat
badan dan bermaksud mencapai citra tubuh yang terlalu kurus. Ada juga yang
memiliki siklus di mana mereka makan banyak dan kemudian berkeinginan untuk
menghilangkan kelebihan makan dengan cara memuntahkannya.
Menurut Setiawan (2004) pada
umumnya penderita gangguan makan memiliki kepercayaan diri yang rendah,
perasaan tidak berdaya, dan perasaan tidak sebanding dengan orang lain. Mereka
menggunakan makanan dan diet sebagai cara untuk mengatasi masalah-masalah dalam
hidup mereka. Banyak dari mereka yang berpikir bahwa makanan adalah sumber
kenyamanan, sementara penurunan berat badan dianggap sebagai cara agar diterima
oleh masyarakat.
Jadi dapat disimpulkan bahwa
gangguan makan adalah motivasi untuk mendapatkan bentuk badan yang diinginkan
dengan menggunakan cara yang salah.
Jenis-jenis
Gangguan Makan
Terdapat dua jenis gangguan
dalam pola makan yang dihubungkan dengan penekanan berlebihan pada kondisi
ideal pada remaja putri yaitu (a) anoreksia
nervosa, (b) bulimia nervosa
(Harrison & Hefner; Stice et al., dikutip dalam King, 2007/2010).
Anoreksia nervosa. Anoreksia
memiliki arti tidak memiliki hasrat untuk makan, yang sesungguhnya keliru
karena kehilangan nafsu makan di antara penderita anoreksia jarang terjadi. Mereka melaparkan diri hingga mencapai suatu
titik yang membahayakan. Meskipun berkurangnya berat badan merupakan tanda yang
paling nyata, karakteristik klinis yang paling utama adalah ketakutan yang
besar akan obesitas. Remaja putri yang anoreksia
biasanya mencoba diet yang ekstrem serta sering kali melakukan latihan
fisik secara berlebihan (Nevid, Rathus, & Greene, 2003/2005). Remaja putri
dengan gangguan makan seringkali melihat diri mereka lebih berat dibandingkan
dengan remaja normal lain dengan berat badan yang sama (Horne, Van Vactor,
& Emerson, dikutip dalam Nevid, Rathus, & Greene, 2003/2005).
Bulimia nervosa. Gangguan makan yang memiliki karakteristik
berulang dengan menelan makanan dalam jumlah besar, diikuti dengan cara yang
salah untuk mencegah penambahan berat badan. Hal ini melibatkan mengeluarkan
makanan dengan memuntahkannya, menggunakan obat diuretik, ataupun berpuasa
untuk menjalankan latihan fisik yang berlebihan (Nevid, Rathus, & Greene,
2003/2005). Rata-rata terjadinya bulimia
adalah ketika tekanan tentang diet dan ketidakpuasan akan bentuk tubuh berada
pada puncaknya. Bulimia nervosa
biasanya mempengaruhi wanita kulit putih (non Hispanik) pada tahap remaja akhir
atau dewasa awal (APA, dikutip dalam Nevid, Rathus, & Greene, 2003/2005).
Penyebab Gangguan
Makan
Faktor sosiokultural. Menurut Stice
(dikutip dalam Nevid, Rathus, dan Greene, 2003/2005) tekanan untuk mencapai standar
kurus yang tidak realistis, dikombinasi dengan pentingnya faktor penampilan
sehubungan dengan peran wanita di masyarakat. Hal ini dapat menyebabkan khususnya
remaja putri menjadi tidak puas dengan tubuhnya sendiri.
Faktor psikososial. Menurut Lowe, Golaves, & Murphy-Eberenz
(dikutip dalam Nevid, Rathus, dan Greene, 2003/2005) remaja putri yang
menderita bulimia menjadi sangat
peduli tentang kemungkinan bertambahnya berat badan sehingga berusaha untuk
muntah setiap kali sesudah makan. Memuntahkan makanan diperkuat secara negatif
karena menghasilkan perasaan lega dari kecemasan akan bertambahnya berat badan.
Faktor keluarga. Menurut Fairburn et al.; Wonderlich et al.
(dikutip dalam Nevid, Rathus, dan Greene, 2003/2005) gangguan makan sering kali
berkembang dari adanya konflik dalam keluarga. Beberapa remaja menggunakan
penolakan untuk makan sebagai cara untuk menghukum orangtua mereka karena
perasaan kesepian yang dirasakan di rumah.
Faktor biologis. Menurut Goode (dikutip dalam Nevid, Rathus, dan
Greene, 2003/2005) diduga bahwa terdapat ketidaknormalan dalam mekanisme yang
mengatur rasa lapar dan kenyang pada penderita bulimia, kemungkinan berkaitan dengan kadar serotonin otak. Menurut Levitan et al. (dikutip dalam Nevid,
Rathus, dan Greene, 2003/2005) rendahnya serotonin
dapat menyebabkan munculnya episode makan berlebihan, terutama karbohidrat.
Dampak Psikologis
Akibat Gangguan Makan
Beberapa dampak psikologis
pada anoreksia nervosa antara lain
(a) mengembangkan citra individual mengenai gambaran tubuh mereka, (b)
mendeteksi sesuatu yang berbeda atas perubahan tubuh mereka (Santrock, dikutip
dalam Puspitasari, (n.d.). Sedangkan beberapa dampak psikologis pada bulimia nervosa antara lain (a) kekhawatiran
berlebihan terhadap penampilan, (b) kepercayaan diri yang rendah, (c)
meningkatnya kadar kecemasan ketika makan (Nurfitriana, n.d.).
Komplikasi Medis
Akibat Gangguan Makan
Komplikasi medis anoreksia nervosa. Pasien dengan anoreksia nervosa rentan terhadap
kematian mendadak apabila kehilangan berat badan mencapai 35 persen di bawah
berat badan ideal. Komplikasi utama dapat berupa (a) aspirasi, (b) ruptur
lambung, (c) hipokalemi dengan aritmia jantung, (d) pankreatitis, (e) kardiomiopati
karena ipekak (Isselbacher et al., 1994/1995).
Komplikasi medis bulimia nervosa. Kemungkinan komplikasi medis pada
penderita bulimia nervosa adalah (a)
erosi enamel gigi, (b) haid tidak teratur, (c) ketergantungan pada obat
pencahar, (d) ruptur lambung, (e) pankreatitis kronik (Graber, Toth, &
Herting, 2006).
Penanganan Gangguan
Makan
Terapi kognitif-behavioral. Terapi ini berguna dalam membantu
penderita bulimia mengatasi pikiran dan keyakinan yang self-defeating seperti pemikiran yang perfeksionis mengenai diet
dan berat badan (Nevid, Rathus, & Greene, 2003/2005).
Terapi interpersonal. Terapi ini menekankan pada penyelesaian
masalah interpersonal dengan keyakinan bahwa fungsi interpersonal yang semakin
efektif akan menghasilkan sikap makan yang lebih sehat (Agras et at., dikutip
dalam Nevid, Rathus, & Greene, 2003/2005).
Gangguan makan dapat menjadi
masalah yang berkelanjutan dan tidak mudah dihilangkan, terutama ketika
ketakutan yang berlebihan akan berat badan dan citra tubuh (Nevid, Rathus,
& Greene, 2003/2005). Menurut studi yang dilakukan Keel et al. (dikutip
dalam Nevid, Rathus, dan Greene, 2003/2005) bahwa 10 tahun sesudah awal
munculnya bulimia, sekitar 30 persen
wanita tetap menunjukkan perilaku makan berlebihan dan mengeluarkannya. Hal ini
berarti kesembuhan terhadap gangguan makan sangat sulit untuk dilakukan dan
membutuhkan waktu yang lama, dan perilaku tersebut dapat muncul kembali.
Simpulan
Dari penjelasan yang telah
dipaparkan dapat disimpulkan bahwa anoreksia
nervosa dan bulimia nervosa
adalah dua pola gangguan makan pada kebanyakan remaja putri. Penyimpangan
gangguan makan ini banyak dilakukan dengan tujuan mendapatkan bentuk tubuh
ideal yang diinginkan oleh penderita tanpa menyadari konsekuensi yang mungkin
terjadi. Dan dari ke-2 gangguan makan yang telah dipaparkan dapat dikatakan
ke-2 nya sama-sama berbahaya bagi kesehatan. Maka sangat dianjurkan bagi remaja
yang ingin menurunkan berat badan agar konsultasi terlebih dahulu kepada dokter
gizi agar dapat menjalani diet sehat.
DAFTAR PUSTAKA
Graber, Toth, & Herting. (2006).
Buku saku: Dokter Keluarga
[electronic version]. (L. I. Mandera, Penerj.) (D. A. Maharam & Susilawati,
Ed.). Diunduh dari http://books.google.co.id/books?id=7v1_9WF-TCgC&pg=PA665&lpg=PA665&dq=komplikasi+medis+akibat+bulimia+nervosa&source=bl&ots=pmD5NLxhsk&sig=dV0tti5fs3zNXsEN1xQof_AhcQk&hl=en&sa=X&ei=2rlcVKGdFtC0uATwuIC4Dg&redir_esc=y#v=onepage&q=komplikasi%20medis%20akibat%20bulimia%20nervosa&f=false
Isselbacher, Braunwald, Wilson,
Martin, Fauci, & Kasper. (1999). Harrison:
Prinsip-prinsip ilmu penyakit dalam [electronic version]. Dalam A. H. Asdie
(Ed.). Diunduh dari http://books.google.co.id/books?id=vpN4ksOeDroC&pg=PA508&lpg=PA508&dq=penanganan+medis+bulimia&source=bl&ots=eEaQCaj_Ef&sig=NKjroDVsWgxBu_RzFdRtRGWIU-w&hl=en&sa=X&ei=1gZcVMjJA8S8uATasYDQCg&redir_esc=y#v=onepage&q=penanganan%20medis%20bulimia&f=false
King, L. A. (2010). Psikologi umum: Sebuah pandangan apresiatif
(B. Marwensdy, Penerj.). Jakarta: Salemba Humanika. (karya asli diterbitkan
tahun 2007)
Nevid, J. S., Rathus, S. A., &
Greene, B. (2005). Psikologi abnormal.
(Tim Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, Penerj.) (R. Medya, W. C.
Kristiaji, Ed.). Jakarta: Penerbit Erlangga.
Puspitasari, K. (2007). Faktor-faktor penyebab anoreksia nervosa
pada remaja putri. (Skripsi tidak diterbitkan). Universitas Katolik
Soegijapranata, Semarang.
Setiawan, E. (2004). Penyimpangan
pola makan. Majalah Komunikasi Maranatha.
12(10). Diunduh dari http://majour.maranatha.edu/index.php/Jurnal-MKM/article/view/779